Terkini

Pergantian Menteri Keuangan dan Arah IHSG yang Berbalik

Ilustrasi

Mengantarkan menteri baru di kursi Kementerian Keuangan selalu menyita perhatian pasar. Keputusan Presiden Prabowo Subianto menggantikan Sri Mulyani dengan Purbaya Yudhi Sadewa memicu reaksi cepat di bursa. Pada perdagangan Senin, 8 September 2025, IHSG anjlok 1,28 % ke posisi 7.766,84 sebelum akhirnya gagal mempertahankan zona hijau dan tutup di zona merah. Peristiwa ini menandai salah satu momen paling menegangkan dalam beberapa tahun terakhir karena Sri Mulyani selama ini dianggap sebagai pilar stabilitas fiskal.

Pasar modal berfungsi tak hanya sebagai arena transaksi saham, tetapi juga bayangan psikologi kolektif investor. Reshuffle yang mengejutkan ini secara instan memunculkan kekhawatiran akan arah kebijakan fiskal dan moneter. Fakta bahwa IHSG langsung terperosok ke zona merah menggambarkan ketidakpastian tinggi. Data RTI mencatat net foreign sell mencapai Rp 304,83 miliar pada periode pengumuman reshuffle, menunjukkan aksi jual bersih asing yang intensif sebagai wujud keresahan investor terhadap pergantian menteri.

Investor domestik pun tak kalah gelisah. Volume perdagangan mencapai 36,68 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 20,2 triliun, menandakan likuiditas tinggi yang dipicu aksi jual panik. Lonjakan frekuensi jual-beli menggambarkan pencarian titik terendah untuk meminimalisir kerugian, sekaligus mencerminkan optimisme bahwa rebound akan terjadi ketika kabar lebih jelas soal kebijakan kabinet baru muncul.

Sri Mulyani dikenal tegas dalam mengendalikan defisit anggaran dan memitigasi risiko fiskal. Pasar menilai keberadaannya sebagai jaminan kesinambungan program reformasi pajak, perbaikan sistem penerimaan negara, dan pembiayaan utang yang sehat. Dengan digantinya figur ini, muncul pertanyaan: Apakah penekanan pada efisiensi pengeluaran negara akan tetap dijaga? Apakah target defisit dan rasio utang terhadap PDB masih akan berjalan sesuai peta jalan? Ketidakpastian ini menjadi bahan bakar utama aksi jual saham pada pelbagai sektor.

Reydi Octa, pengamat pasar modal, menyoroti bahwa kekhawatiran soal arah kebijakan ekonomi menjadi pemicu utama pelemahan IHSG pada hari pengumuman reshuffle. Investor, khususnya asing, bereaksi defensif dengan menutup posisi dan menunggu sinyal kuat dari pejabat baru. Dalam sejarah pasar modal Indonesia, setiap menteri keuangan baru sering kali diiringi oleh gelombang fluktuasi, tetapi kasus pergantian Sri Mulyani terasa lebih dramatis karena kapsul reformasi yang selama ini dipakai kian menguatkan reputasi pemerintah dalam mengelola ekonomi makro.

Indonesia pernah mengalami momen serupa pada 1998, 2005, dan 2014. Setiap pergantian tokoh kunci memicu penyesuaian ex-ante oleh pasar.

  • Pada krisis 1998, pengunduran diri Mar’ie Muhammad menandai awal turbulensi keuangan yang berujung pada devaluasi rupiah.
  • Penggantian Sri Mulyani pertama kali pada 2010 oleh Agus Martowardojo sempat menahan laju obligasi pemerintah, meski akhirnya berangsur pulih setelah keberhasilan program kredit usaha rakyat.
  • Saat perpindahan dari Bambang Brodjonegoro ke Sri Mulyani pada 2016, IHSG sempat turun tipis namun balik menguat karena keyakinan pasar pada rekam jejak Sri Mulyani dalam reformasi perpajakan.

Ketiga contoh ini menunjukkan bahwa pasar umumnya merespons negatif di awal, lalu menyesuaikan diri ketika sinyal kebijakan baru jelas. Namun perbedaan krusial kali ini ialah konteks politik yang lebih bergejolak dan tekanan global akibat resesi di negara maju, membuat margin kesalahan menjadi lebih kecil.

Purbaya Yudhi Sadewa, mantan pejabat senior di Otoritas Jasa Keuangan, dihadapkan pada tataran ekspektasi ganda. Di satu sisi publik menghendaki kesinambungan reformasi pajak dan komitmen pada disiplin anggaran. Di sisi lain, pemerintah perlu menunjukkan fleksibilitas dalam menghadapi gejolak harga komoditas, tekanan inflasi domestik, dan perlambatan ekonomi global.

  • Menegaskan target defisit anggaran dan mekanisme financing yang transparan.
  • Merilis road map reformasi perpajakan pasca-penurunan tarif PPh Badan.
  • Mengintegrasikan kebijakan fiskal dengan stimulus sektor riil untuk mendongkrak konsumsi domestik.
  • Menyampaikan rencana stabilisasi utang dan strategi pinjaman luar negeri.
  • Kecepatan dan kejelasan komunikasi kebijakan akan menjadi tolok ukur utama kepercayaan

Berdasarkan dinamika pasar sebelumnya, fase jual panik hampir selalu diikuti dengan rebound sesaat setelah pejabat baru mengumumkan kebijakan awal. Investor akan memperhatikan pidato perdana menteri keuangan baru, draf APBN perubahan, serta pernyataan resmi mengenai komitmen terhadap rasio utang. Jika sinyal awal positif, modal asing berpeluang kembali masuk dan IHSG dapat memulihkan posisinya dalam hitungan minggu.

Kontan mencatat bahwa pada perdagangan jelang penutupan Senin, LQ45 susut 1,6 % ke level 786,92 namun mayoritas saham acuan memang melemah karena kekhawatiran reshuffle kabinet lain, bukan hanya Kementerian Keuangan semata. Ini menyiratkan bahwa koreksi hari itu dipengaruhi sentimen luas, sehingga rebound sektor non-keuangan juga pasti terjadi begitu ketidakpastian mereda.

  1. Evaluasi ulang portofolio: Fokus pada saham dengan fundamental kuat dan rasio utang rendah.
  2. Manfaatkan koreksi harga: Lihat ini sebagai peluang untuk akumulasi di level harga diskon.
  3. Perhatikan rilis komunikasi resmi: Segera rebalance jika visi fiskal baru menyimpang signifikan.
  4. Jaga likuiditas: Sisihkan dana darurat agar tak terpaksa melakukan selling di harga terendah.

Panic selling sering menimbulkan kerugian jangka panjang. Kesabaran dan analisis mendalam menjadi kunci mempertahankan return optimal.

Kebijakan fiskal tak bisa berjalan sendiri. Bank Indonesia perlu terus menjaga stabilitas makro dengan pengaturan suku bunga dan intervensi di pasar valas. Koordinasi erat antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia akan menentukan kekuatan rupiah dan biaya pembiayaan. Saat ini rupiah diperdagangkan di kisaran 16.327 per dolar AS level yang tergolong stabil di tengah gejolak global. Tetap menjaga sinergi akan meminimalkan volatilitas dan memberikan landasan bagi IHSG untuk bangkit.

Setiap sektor merespons reshuffle dengan intensitas berbeda:

  • Sektor keuangan: cenderung mendapat sorotan karena dampaknya langsung pada neraca bank.
  • Sektor konsumsi non-siklikal: relatif lebih stabil, meski consumer cyclical tercatat turun 2,29 % akibat kekhawatiran daya beli melemah.
  • Sektor komoditas: harganya dipengaruhi dinamika global, sehingga terpengaruh sentimen internasional lebih kuat.
  • Sektor infrastruktur dan properti: tergantung pada jaminan pembiayaan negara, sehingga berpotensi kena dampak berkelanjutan.

Mengetahui karakteristik sektor membantu investor menavigasi risiko saat ketidakpastian memuncak.

Momen reshuffle sejatinya bisa menjadi momentum penyegaran strategi. Pemerintah dapat mempercepat:

  • Digitalisasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan.
  • Program insentif bagi UMKM agar terintegrasi ke pasar modal.
  • Skema pendanaan hijau yang menarik minat investasi berkelanjutan.

Jika kebijakan baru mendukung langkah-langkah tersebut, IHSG berpeluang tidak hanya rebound, tetapi melejit ke kisaran psikologis 8.000–8.200 dalam jangka menengah.

Reshuffle Menteri Keuangan tentu memerlukan waktu adaptasi. IHSG yang bertumbangan 1,28 % pada hari pengumuman merupakan panggilan untuk kewaspadaan, bukan kepanikan jangka panjang. Pasar akan mencari kepastian melalui kebijakan awal Purbaya Yudhi Sadewa. Jika sinyalnya kuat dan berkesinambungan dengan reformasi fiskal terdahulu, keyakinan investor akan kembali dengan cepat.

Investor disarankan tetap tenang dan menggali informasi resmi sebelum melakukan keputusan strategis. Krisis awal ini sejatinya adalah pembuktian bahwa pasar modal Indonesia semakin maju respon harga yang cepat mencerminkan kedewasaan pasar. Ke depan, sinergi antara pemerintah dan pelaku pasar akan menjadi kunci agar IHSG kembali ke lintasan pertumbuhan yang solid.

Di balik koreksi kilat, kita bisa menemukan pijakan baru bagi kebijakan fiskal yang lebih inklusif dan terintegrasi. Reshuffle menteri bukan sekadar pergantian figur, tetapi peluang menata ulang visi ekonomi nasional. Investor yang bijak akan melihatnya sebagai permulaan babak baru, bukan akhir kisah stabilitas pasar modal.

Author : Syahriel Andika

0 Comments


Type and hit Enter to search

Close