Terkini

Penangkapan Wamenaker Immanuel Ebenezer: Cermin Buram Integritas Birokrasi

Korupsi kembali mencoreng wajah birokrasi Indonesia setelah Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 20 Agustus 2025. Kasus ini tidak hanya memperlihatkan rapuhnya integritas pejabat publik, tetapi juga menunjukkan bahwa praktik penyalahgunaan kekuasaan masih mengakar kuat. Penangkapan ini mengundang perhatian luas karena melibatkan pejabat strategis setingkat wakil menteri, serta mengindikasikan adanya praktik korupsi sistematis dalam tubuh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

KPK mengungkap bahwa Immanuel Ebenezer diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah perusahaan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sertifikasi yang seharusnya hanya dikenakan biaya Rp 275 ribu, dipatok hingga Rp 6 juta per pekerja. Selisih biaya yang sangat tinggi ini mencerminkan adanya skema pungutan liar yang dirancang secara terstruktur.

Dari hasil OTT, KPK menemukan aliran dana sebesar Rp 3 miliar. Selain itu, turut disita uang tunai Rp 170 juta dan US$2.201. Tidak hanya Wamenaker, ada sepuluh orang lain yang diamankan, terdiri atas pejabat internal Kemenaker dan pihak swasta. Hal ini memperkuat dugaan bahwa praktik pemerasan tersebut sudah berlangsung sistematis sejak 2019, melibatkan jejaring luas di dalam kementerian maupun pihak eksternal.

Kasus ini semakin menyita perhatian publik setelah KPK mengumumkan penyitaan 22 kendaraan mewah. Di antaranya terdapat mobil sport seperti Nissan GT-R dan BMW, SUV mewah seperti Hyundai Palisade dan Mitsubishi Pajero Sport, hingga motor gede kelas premium seperti Ducati Scrambler, Ducati Hypermotard, Ducati XDiavel, dan Vespa. Kepemilikan aset yang tidak sebanding dengan profil pejabat negara menimbulkan pertanyaan besar mengenai sumber kekayaan tersebut. Fakta ini memperkuat indikasi bahwa hasil korupsi telah digunakan untuk gaya hidup hedonis, jauh dari prinsip kepemimpinan yang mengutamakan pelayanan publik.

Kasus ini memberi dampak serius terhadap citra Kabinet Merah Putih yang baru saja dilantik. Penangkapan Wamenaker menjadi kasus korupsi pertama di kabinet tersebut, sehingga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah memberantas korupsi. Kemenaker sebagai institusi juga kehilangan kredibilitas. Kebijakan yang dihasilkan kementerian ini akan sulit dipercaya publik, karena muncul anggapan bahwa keputusan diambil bukan demi kepentingan buruh atau perusahaan, melainkan demi keuntungan pribadi oknum pejabat.

Ada tiga hal penting yang perlu digarisbawahi. Pertama, kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan internal. Jika praktik pungutan liar sudah berjalan sejak 2019, mengapa baru terungkap pada 2025? Hal ini menandakan sistem audit dan pengawasan birokrasi masih tidak efektif.

Kedua, kasus ini memperlihatkan bahwa korupsi tidak sekadar soal individu, tetapi menyangkut kultur birokrasi yang permisif terhadap penyalahgunaan kewenangan. Selama ada celah dalam regulasi dan lemahnya mekanisme pengawasan, praktik serupa akan terus berulang.

Ketiga, pemberantasan korupsi harus menekankan aspek pencegahan selain penindakan. KPK telah berhasil membongkar kasus ini, tetapi pemerintah perlu memastikan reformasi birokrasi berjalan nyata, dengan digitalisasi layanan, transparansi biaya, serta sistem whistleblowing yang melindungi pelapor

Penangkapan Wamenaker Immanuel Ebenezer adalah peringatan keras bahwa praktik korupsi masih menghantui birokrasi Indonesia, bahkan di level tinggi pemerintahan. Keberhasilan KPK membongkar kasus ini harus dijadikan momentum memperkuat pengawasan, menegakkan transparansi, dan memperbaiki mentalitas pejabat publik. Tanpa perbaikan mendasar, upaya pemberantasan korupsi hanya akan menjadi siklus berulang, sementara kepercayaan rakyat pada pemerintah terus terkikis.

Oleh: Muhamad Saepul Saputra

0 Comments


Type and hit Enter to search

Close