Terkini

Cinta Tak Memandang Kata "Siapa"

Akbar adalah seorang anak penderita ketergantungan, memiliki gangguan jiwa skizofrenia yang membuatnya kesulitan mengontrol pikiran dan perasaannya. Ia seringkali mendengar suara-suara yang tidak ada, dan merasa seperti ada yang mengawasinya. Akbar juga memiliki kecemasan yang tinggi, sehingga ia lebih suka menjauhkan diri dari kerumunan. Ia sering merasa sedih karena tidak punya teman, dan tidak ada yang memahami dirinya. Setiap hari, Akbar berjuang untuk menghadapi gejala-gejala ini, dan mencari cara untuk menenangkan dirinya. Ia memiliki kebiasaan menarik napas dalam-dalam secara perlahan-lahan, mencoba menenangkan pikirannya dan mengendalikan kecemasannya. Ia tinggal di perumahan Kartini gang Anggrek.

Di perumahan Kartini, tepatnya di gang yang berbeda dari Akbar, tinggallah seorang gadis kota bernama Bella. Ia adalah mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di universitas yang kebetulan dekat dengan rumah neneknya, sehingga ia memutuskan untuk tinggal sementara di sana.

Suatu sore, saat pulang kuliah, Bella melewati jalan sempit di perumahan tersebut. Langkahnya santai, menikmati suasana sore yang mulai meredup. Tiba-tiba, Akbar berlari mengejarnya. Bella merasa takut, sehingga dia berlari lebih cepat. Dalam ketakutan, Bella tidak memperhatikan jalan dan akhirnya terjatuh. Akbar seketika berhenti saat melihat Bella terjatuh, kemudian menghampiri dan menolongnya bangun.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud menakutimu," ucap Akbar dengan suara yang lembut.

Bella memandangi Akbar dengan mata yang masih kesal dan takut. "Apa yang kamu inginkan? Mengapa kamu mengejarku?!"

Akbar tersenyum dan berkata, "Aku hanya ingin berkenalan denganmu, siapa namamu?"

"Aku Bella... seharusnya kamu tidak perlu mengejarku untuk berkenalan!" Jawab Bella dengan nada kesal.

Bella yang terkejut dan sedikit merasa takut dengan pendekatan Akbar, ia sedikit ragu-ragu sebelum menjawab. "Aku Bella. Aku tinggal di rumah nenekku di gang sebelah."

Akbar tersenyum dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. "Senang bisa berkenalan denganmu, Bella."

Akbar seringkali kesulitan menghadapi situasi sosial yang tidak terduga ketika berhadapan dengan orang baru, Akbar seringkali merasa berada di tepi jurang, tidak tahu bagaimana cara menyeimbangkan dirinya. Ia takut akan penolakan atau ejekan, sehingga lebih suka menjauhkan diri dari kerumunan. Namun, ketika bertemu dengan Bella, ada sesuatu yang berbeda, yang membuat Akbar merasa sedikit lebih nyaman, dan ia mulai berami membuka diri sedikit demi sedikit.

Bella pulang ke rumah neneknya dan bertanya tentang Akbar. "Nek, aku tadi bertemu dengan anak laki-laki yang namanya Akbar. Dia tinggal di gang sebelah. Apakah nenek mengenalnya?"

Nenek Bella memandang cucunya dengan serius. "Akbar? Anak itu... sebaiknya kamu menjauhinya, Bella. Dia tidak bersekolah, dan dia memiliki masalah dengan ketergantungan sejak kecil. Kondisinya memang tidak seperti anak-anak lain."

Bella terlihat khawatir dan penasaran. "Apa maksud nenek?"

Nenek Bella menghela napas. "Dia tidak bisa diharapkan banyak, Bella. Kamu sebaiknya menjaga jarak dan tidak terlalu dekat dengannya. Percayalah, itu yang terbaik untukmu."

Bella mengangguk, meskipun dia masih penasaran tentang Akbar. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Akbar, tapi dia akan mempertimbangkan saran neneknya. Malamnya, Bella terus memikirkan apa yang dimaksud neneknya tentang Akbar. Dia merasa penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang Akbar. Apakah benar Akbar seperti yang digambarkan neneknya? Atau ada sisi lain dari Akbar yang belum Bella ketahui. Bella yang belum mempercayai ucapan neneknya lantas mencari tahu sendiri tentang Akbar.

Saat kuliahnya libur, Bella berjalan-jalan disekitar tempat tinggalnya, kemudian tak sengaja bertemu Akbar. Ia menyapa Akbar dengan senyum. "Hai, Akbar! Kamu sedang bermain apa?"

Akbar berhenti bermain dan menoleh ke arah Bella.

"Oh, aku sedang bermain pistol-pistolan! Kamu mau main juga?" Akbar bertanya dengan mata yang berbinar.

Bella tertawa dan menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak punya pistol mainan. Tapi aku suka melihatmu bermain. Kamu terlihat sangat gembira."

Akbar tersenyum dan mengangguk. "Ya, aku suka bermain! Aku jarang punya teman untuk bermain."

Malamnya, Bella terus memikirkan apa yang dimaksud neneknya tentang Akbar kemarin malam. Dia merasa penasaran dan ingin tahu lebih banyak tentang Akbar. Apakah benar Akbar seperti yang digambarkan neneknya? Atau ada sisi lain dari Akbar yang belum Bella ketahui? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di pikirannya hingga dia akhirnya tertidur dengan pikiran yang masih dipenuhi pertanyaan tentang Akbar.

Paginya saat Bella sedang berjalan menuju ke taman, ia tak sengaja melihat Akbar didepan rumahnya, kemudian Bella menyapa dengan senyum.

"Hai, Akbar! Kamu sedang bermain apa?"

Akbar berhenti bermain dan menoleh ke arah Bella.

"Oh, aku sedang bermain pistol-pistolan! Apakah kamu mau bermain denganku?" tanya Akbar dengan mata yang berbinar.

Bella tertawa dan menggelengkan kepala. "Tidak, aku tidak punya pistol mainan. Tapi aku suka melihatmu bermain. Kamu terlihat sangat gembira."

Akbar tersenyum dan mengangguk. "Ya, aku suka bermain! Sayangnya aku tidak punya teman untuk bermain."

Akbar tiba-tiba memegang tangan Bella, membuat Bella terkejut.

"Hei, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!" Akbar berkata dengan mata yang berbinar.

Bella merasa sedikit tidak nyaman dengan sentuhan Akbar, tapi dia tidak ingin membuatnya merasa sedih.

"Apa itu?" Bella bertanya dengan hati-hati. Akbar menarik tangan Bella dan mulai berlari kecil.

"Ikuti aku!" Akbar berteriak sambil menarik Bella menuju belakang rumahnya.

Akbar memetik bunga yang tumbuh di belakang rumahnya dan memberikannya kepada Bella.

"Ini untukmu!" ucap akbar dengan senyum lebar. Bella tersenyum dan menerima bunga itu.

"Terima kasih, Akbar. Bunga ini cantik sekali" ucap Bella.

"Aku suka memetik bunga! Aku ingin memberikannya kepada teman-temanku, sayangnya tidak ada yang mau bermain denganku" ucap Akbar dengan nada sedih.

Bella merasa iba pada Akbar, tapi dia juga merasa senang karena Akbar telah mempercayainya dengan memberikan bunga itu padanya.

"Aku mau menjadi temanmu, Akbar," ucap bella dengan lembut.

Tiba-tiba Linda anak dari tetangga sebelah rumah nenek Bella yang sedang melewati jalan itu tak sengaja melihat mereka, Linda segera menuju kerumah nenek Bella dan mendekatinya dengan berbisik, "Nek, aku melihat sesuatu yang mungkin perlu nenek ketahui. Aku melihat Akbar menggandeng tangan Bella tadi."

Nenek Bella terlihat khawatir dan mengerutkan kening. "Apa? Aku sudah bilang pada Bella untuk menjauhi anak itu. Apa yang sedang terjadi?" ucap nenek Bella dengan Keadaan marah

Linda mengangguk. "Aku tidak tahu pasti, Nek. Tapi sepertinya Bella dan Akbar akrab sekali. Mungkin sebaiknya nenek berbicara dengan Bella tentang ini."

Saat Bella pulang, nenek memanggil dan menyuruh Bella masuk ke kamarnya setelah Linda selesai berbicara dengan.

"Bella, aku ingin bicara denganmu tentang Akbar," ucap nenek Bella dengan nada yang serius.

Bella merasa sedikit gugup, tidak tahu apa yang akan dikatakan neneknya. "Apa tentang Akbar, Nek?" tanyanya dengan hati-hati.

"Aku sudah bilang padamu untuk menjauhi anak itu, kan?" Nenek Bella mengingatkan.

"Dia... berbeda, Bella. Tidak seperti anak-anak lain. Aku tidak ingin kamu terluka atau terlibat dalam masalah yang tidak perlu" ucap nenek.

Bella merasa sedikit sedih mendengar kata-kata neneknya. Dia tidak mengerti mengapa neneknya tidak menyukai Akbar.

"Tapi, Nek, Akbar baik sekali. Dia memberiku bunga dan..." Bella mencoba menjelaskan, tapi neneknya memotongnya.

"Aku tahu dia mungkin terlihat baik, tapi percayalah, Bella. Aku hanya ingin melindungimu. Aku tidak ingin kamu terlalu dekat dengan Akbar, oke?" Nenek Bella menekankan.

Bella mengangguk, walaupun dia tidak sepenuhnya mengerti alasan neneknya. "Oke, Nek. Aku paham."

Tapi, Bella tidak bisa tidak memikirkan Akbar dan senyum lebarnya ketika memberinya bunga. Dia merasa ada sesuatu yang berbeda.

Setelah berbicara dengan neneknya, Bella merasa sedikit bingung. Dia tidak mengerti mengapa neneknya tidak menyukai Akbar, tapi dia juga tidak ingin membuat neneknya khawatir. Dia memutuskan untuk menjauhi Akbar untuk sementara waktu, seperti yang diinginkan neneknya.

Keesokan harinya, Bella melihat Akbar sedang duduk sendirian di taman. Dia terlihat sedih dan kehilangan. Bella merasa iba padanya dan memutuskan untuk mendekatinya.

"Akbar, kamu sedang ada masalah?" Bella bertanya dengan lembut.

Akbar menoleh ke arah Bella dan tersenyum sedikit. "Tidak ada apa-apa, Bella. Aku hanya... merasa sedih saja."

Bella duduk di sebelah Akbar dan mencoba menghiburnya. "Apa yang membuatmu sedih? Apakah ada yang bisa aku bantu?".

Akbar menundukkan kepala dan tidak menjawab. Bella merasa ada sesuatu yang tidak beres, tapi dia tidak tahu apa. Dia memutuskan untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Akbar dan mengapa neneknya tidak menyukainya.

"Akbar, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Bella bertanya dengan hati-hati.

Akbar menoleh ke arah Bella dan mengangguk. "Tentu saja, Bella. Apa yang ingin kamu tanyakan?".

Bella mengambil napas dalam-dalam dan bertanya, "Apa yang membuatmu sedih, apakah ini soal keadaanmu?".

Akbar terlihat terkejut dan tidak menjawab. Bella merasa ada sesuatu yang Akbar sembunyikan darinya.

Akbar menarik napas dalam-dalam dan memulai menjelaskan. "Bella, aku memiliki kondisi yang disebut dengan gangguan jiwa. Aku memiliki kesulitan untuk mengontrol pikiran dan perasaan aku sendiri. Kadang-kadang, aku merasa sangat sedih dan kehilangan, seperti sekarang ini."

Bella mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan, Akbar. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku peduli padamu dan aku ingin membantu."

Akbar tersenyum sedikit dan mengangguk. "Terima kasih, Bella. Aku merasa lebih baik sekarang karena aku bisa berbagi denganmu. Aku tidak ingin membuatmu khawatir, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku sedang berusaha untuk mengontrol kondisiku ini."

Bella mengangguk dan memegang tangan Akbar. "Aku tidak khawatir, Akbar. Aku hanya ingin membantu. Dan aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak peduli dengan kondisimu, aku peduli dengan kamu sebagai orang."

Akbar merasa terharu dan tersenyum lebar. "Terima kasih, Bella. Aku merasa sangat beruntung memiliki teman sepertimu."

Bella dan Akbar duduk bersama dalam keheningan. Bella merasa bahwa dia telah menemukan sesuatu yang penting tentang Akbar, dan dia ingin terus memberikan perhatian padanya.

Setelah beberapa saat, Bella berbicara lagi. "Akbar, aku ingin bertanya sesuatu. Mengapa orang-orang di sini tidak menyukaimu? Apa yang membuat mereka menjauhimu?".

Akbar menarik napas dalam-dalam dan memulai menjelaskan. "Semua orang di sini termasuk nenekmu tidak menyukai aku karena kondisiku ini. Dia pikir aku tidak stabil dan tidak bisa menjadi teman yang baik untukmu. Tapi aku tidak tahu mengapa dia sangat khawatir tentang itu."

Bella mengangguk dan memahami. "Aku tahu sekarang. Nenekku ingin melindungiku, tapi dia tidak tahu bahwa aku sudah tahu tentang kondisimu dan aku tidak peduli."

Akbar tersenyum dan memegang tangan Bella lebih erat. "Terima kasih, Bella. Aku merasa sangat beruntung memiliki teman yang bisa memahami kondisiku."

Beberapa tahun sejak Bella dan Akbar berteman, mereka mulai menyadari bahwa persahabatan telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam. Bella merasa bahwa dia telah menemukan seseorang yang membuat hari-harinya menjadi berwarna dan selalu ceria. Sementara itu, Akbar merasa bahwa dia telah menemukan sosok perempuan yang mampu untuk memahami, menerima apa adanya, peduli dan mendukungnya.

Suatu hari, ketika mereka sedang berjalan-jalan bersama berkeliling taman, Akbar memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya kepada Bella.

"Bella, aku ingin bicara denganmu tentang sesuatu," katanya dengan hati-hati.

Bella menoleh ke arah Akbar dengan rasa ingin tahu. "Apa itu, Akbar?"

Akbar menarik napas dalam-dalam dan memulai berbicara. "Aku merasa bahwa aku memiliki perasaan yang lebih dari sahabat terhadapmu, Bella. Aku tidak tahu apakah kamu merasakan hal yang sama, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku peduli padamu sangat dalam."

Bella merasa jantungnya berdebar-debar ketika mendengar kata-kata Akbar. Dia tidak bisa menyangkal bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama terhadap Akbar.

"Akbar, aku... aku juga merasakan hal yang sama," katanya dengan suara lembut.

Akbar tersenyum lebar dan memeluk Bella. "Aku sangat bahagia, Bella. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa kamu."

Selama satu tahun mereka menjalani hubungan, Akbar memutuskan untuk menjalin hubungan yang serius dan ingin menikahi Bella. Namun selama ini Akbar selalu menyembunyikan tentang kondisinya, agar Bella tidak mengetahuinya. Ia tak ingin membuat Bella bersedih, jadi ia memilih menyimpannya sendiri.

Saat mereka bertemu di taman, kondisi Akbar tiba-tiba drop, membuat Bella kaget.

"Akbar! Akbar, apa yang terjadi?" Bella berteriak panik, sementara Akbar terjatuh ke tanah. Bella langsung menghampiri Akbar dan memeluknya.

"Akbar, tolong! Apa yang terjadi padamu?" Bella menangis, merasa takut dan khawatir.

Akbar mencoba berbicara, tapi suaranya lemah. "Bella... aku... aku tidak ingin membuatmu khawatir...maafkan aku karena tidak jujur padamu"

Bella memotongnya. "Tidak Akbar, aku ingin kamu baik-baik saja. Apa yang terjadi padamu?"

Akbar terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara lemah. "Aku... aku tidak bisa menyembunyikannya lagi, Bella. Aku... aku sakit..." Bella terkejut dan merasa hancur.

"Apa? Sakit apa, Akbar?" Bella bertanya dengan suara yang gemetar.

Bella mencoba meminta bantuan kepada orang-orang yang ada di taman itu. "Bertahanlah Akbar" ucap Bella dengan nada sedih.

Namun terlambat, Akbar sudah tak tertolong. Bella menangis di samping Akbar yang telah meninggal. Dia merasa bahwa hidupnya tidak akan sama lagi tanpa kehadiran Akbar. Dia terus memeluk Akbar dan berbicara dengannya, seolah-olah Akbar masih hidup.

"Akbar, jangan pergi... aku tidak bisa hidup tanpamu... aku cinta kamu..." kata Bella dengan suara yang terguncang.

Tapi, Akbar tidak menjawab. Dia telah pergi selamanya, meninggalkan Bella sendirian dengan kesedihan yang tak terhingga. Bella terus menangis dan memeluk Akbar, seolah-olah dia tidak ingin melepaskannya. Dia merasa bahwa dia telah kehilangan sebagian dari dirinya sendiri.

Setelah beberapa jam, keluarga Bella datang dan mencoba untuk memisahkan Bella dari Akbar. Tapi, Bella tidak ingin melepaskan Akbar. Dia terus memeluk Akbar dan menangis.

"Aku tidak bisa hidup tanpamu, Akbar... aku mencintaimu..." kata Bella dengan suara yang lemah. Keluarga Bella akhirnya berhasil memisahkan Bella dari Akbar, tapi kesedihan Bella tidak akan pernah hilang. Dia akan selalu mengenang Akbar dan cinta mereka yang tak terhingga.

Setelah itu, Akbar pun dibawa oleh orang-orang yang ada di taman itu, dan dikembalikan kerumahnya. Keluarga Akbar pun kaget saat mengetahuinya. Mereka melakukan prosesi pemakaman dengan keadaan berduka.

Bella terus menangis saat mengiringi pemakaman Akbar. Dia tidak bisa menahan kesedihan dan kehilangan yang sangat besar. Dia merasa bahwa hidupnya tidak akan sama lagi tanpa Akbar. Saat jenazah Akbar diturunkan ke dalam tanah, Bella tidak bisa menahan diri lagi. Dia berlari ke arah jenazah dan memeluknya erat, menangis dengan keras.

"Akbar, mengapa kamu meninggalkanku secepat ini?" Ucap Bella dengan suara yang terguncang. Nenek Bella merasa sedih melihat cucunya kehilangan orang yang dicintai meskipun orang tersebut adalah orang yang dulunya ia benci.

Keluarga dan teman-teman Bella mencoba untuk menenangkannya, tapi Bella tidak bisa berhenti menangis. Dia merasa bahwa dia telah kehilangan sebagian dari dirinya sendiri. Saat pemakaman selesai, Bella tidak bisa meninggalkan makam Akbar. Dia terus duduk di samping makam, menangis dan berbicara dengan Akbar seolah-olah dia masih hidup.

"Aku akan selalu mengingatmu, Akbar aku mencintaimu" kata Bella dengan suara yang lemah.

Bella terus berada di makam Akbar sampai matahari terbenam, dan dia tidak bisa meninggalkan tempat itu. Dia merasa bahwa dia masih bisa merasakan kehadiran Akbar di sampingnya. Sampai akhirnya Bella pulang dengan tertunduk sedih, dia merasa kehilangan warna-warni hidupnya.

Setelah kematian Akbar, Bella menjadi introvert. Namun, dia juga menyadari pentingnya mengikhlaskan. Bella menjadi lebih peduli terhadap orang-orang dengan kondisi seperti Akbar, dan dia mulai melakukan kegiatan sukarela di rumah sakit untuk membantu mereka. Dia juga aktif dalam memberikan sosialisasi kepada anak-anak dan masyarakat di sekitarnya tentang pentingnya menjaga kesehatan mental, penyebab, dan gejala-gejala gangguan mental agar banyak orang tua yang menyadari dan lebih memperhatikan anaknya. Bella juga menekankan pentingnya menangani gejala-gejala mental agar cepat mendapat pertolongan untuk mengurangi jumlah korban, karena ia sadar betapa sakitnya kehilangan.

 

Author: Latif Sonya Makbila

0 Comments


Type and hit Enter to search

Close