Program Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) membantu ribuan mahasiswa
kurang mampu mengenyam pendidikan tinggi. Namun, di balik manfaatnya, ada fakta
mengejutkan yang jarang dibahas. Berikut 5 poin tak terduga tentang seleksi dan
tantangan KIPK:
- Wawancara KIPK Bisa Lebih Ketat
daripada Beasiswa Prestasi
Fakta tak terduga: Calon penerima KIPK harus menjawab pertanyaan detil seperti:
- “Apakah keluarga memiliki tabungan lebih dari Rp10 juta?”
- “Berapa penghasilan orang tua per bulan?”
- “Apa bukti bahwa Anda benar-benar underprivileged (kurang mampu)?”
Verifikasi lapangan (home visit) sering dilakukan, bahkan ada kasus mahasiswa gagal karena ketahuan memakai smartphone mahal.
- KIPK Pernah Diblokir karena
Penerima ‘Tidak Miskin’
Tahun 2023 lalu, sejumlah mahasiswa/i penerima KIPK dicabut haknya karena mismatch data (ketidaksesuaian data). Beberapa viral di media sosial karena gaya hidup mewah, seperti liburan ke Bali atau mengendarai motor baru. Bahkan ada salah satu selebgram yang sudah memiliki nama besar tapi masih dinyatakan sebagai penerima KIPK. Sejak saat itu, pemerintah kemudian memperketat screening dengan big data dari DTKS.
- Uang Saku KIPK Tak Cukup?
Banyak Penerima Justru Jadi ‘Side Hustler’
Fakta ironis: Meski dapat bantuan Rp800.000–1,4 juta/bulan, 60% beberapa penerima KIPK tetap bekerja paruh waktu sebagai:
- Freelance writer (penulis lepas)
- Online driver (pengemudi ojek online)
- Content creator (kreator konten)
Karena dari beberapa data yang ada menunjukkan, biaya hidup mahasiswa di kota besar bisa mencapai Rp2,5 juta/bulan.
- KIPK Bisa 'Hilang' Jika IPK
Turun?
Syarat penerima KIPK harus mempertahankan IPK minimal 2,75. Jika tidak, bantuan akan discontinue (dihentikan). Namun, banyak mahasiswa mengeluh karena:
- Tekanan finansial membuat fokus belajar terganggu.
- Kampus kurang memberikan academic support (dukungan akademik) khusus penerima KIPK.
- Kisah Sukses KIPK: Dari Anak
yang Kurang Mampu hingga Jadi Kebanggaan Keluarga
Fakta inspiratif: Di balik tantangan, ada penerima KIPK yang sukses, seperti:
- Mitha (UM), Anak Tukang Jahit Peroleh KIP-K, Satu-satunya yang Kuliah di Keluarga Besar.
- Rahma Nur Aini, Anak Guru Honorer yang Raih Beasiswa di Universitas Muhammadiyah Surabaya.
- Nahdiyah, Anak Petani Penerima KIP Yang Jadi Wisudawan Terbaik UPN Veteran Yogyakarta.
Mereka memanfaatkan KIPK untuk memutus rantai kemiskinan.
KIPK adalah program vital, tapi
masih perlu perbaikan dalam:
- Transparency (transparansi seleksi)
- Adequacy of fund (kecukupan dana)
- Mentorship program (pendampingan akademik)
Dengan adanya kesadaran publik, KIPK
bisa lebih tepat sasaran dan berdampak besar!
Author: Hani Dwi Yulinda Putri
0 Comments